Tiada Kata Seindah Doa
Penulis: Abdul Aziz Sukarnawadi
Mukadimah.
Sesegar
apapun tubuh manusia, seketika ia terjatuh mati saat otak menjumpai
ajalnya. Aktifitas yang sehat akan terlaksana dengan baik bila otak
masih berstamina. Jikalau aktifitas-aktifitas duniawi manusia hanyalah
nonsen dan hampa tanpa ibadah kepada Sang Pencipta, maka doa lah yang
menjadi otaknya. Tanpa doa, semu jua ibadah-ibadah kita.Sungguh benar
sabda Baginda "al-Du'a' mukhkhul-ibadah". Bagaimana tidak, sebab kita
tidak memiliki apa-apa jika Tuhan belum memberinya. Kita tak sanggup
kemana-mana jika Tuhan belum menunjukinya. Sekeras apapun usaha hamba,
ia masih memerlukanNya, ia masih perlu berdoa dan banyak berdoa.Tatkala
hamba masih mengandalkan usaha kerasnya, dan telah lupa akan kuasaNya,
maka yakinlah, usaha itu tak sekeras kepalanya! Ia telah angkuh secara
terang-terangan di hadapanNya. Bukankah Tuhan sendiri bertitah dalam
firmanNya: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan
masuk Jahannam dalam keadaan hina dina".Tiada kata seampuh doa.
Segala
ibadah, doa otaknya. Bayangkan saja, setebal apapun takdir bakuNya,
hanya doa mampu menembusnya! Rasul bersabda: "La yarud al-qadha' illa
al-du'a'", "al-Du'a' silah al-mukmin". Untuk menembus suratan-suratan
takdir, dan merubah segala yang negatif padanya, doa lah senjata
satu-satunya!.Etika Berdoa.Dalam momen apapun, etika selalu yang utama.
Setiap orang yang berhajat pada manusia, ia akan melindungi etika agar
terpenuhi hajatnya. Padahal, manusia teramat lemah untuk memberi,
menerima, bahkan menyapa. Bagaimana ketika Tuhan Yang Maha Kaya dan Maha
Kuasa menjadi obyek permohonan kita? Sudahkah etika dijaga?!Wali-wali
Allah yang telah menguasai seni etika dalam berdoa, telah mengajarkan
banyak hal yang harus diperhatikan sewaktu memohon kepadaNya. Salah satu
mereka adalah Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad al-Dusuqi (Syekh
Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah). Beliau telah menasehati
murid-muridnya...
1.
Kalau belum ditimpa musibah, jangan berdoa dengan "Allahumma ij'alni
min al-Shabirin" (Ya Allah, jadikanlah hambaMu orang yang sabar) karena
doa itu berarti: Ya Allah, berikanlah hambaMu ini musibah agar hamba
dapat bersabar! Jika sering berdoa seperti itu maka artinya kita
mengharap musibah yang sebanyak-banyaknya!Sebaiknya kita sering berdo'a
dengan "Allahumma ij'alni min al-Syakirin" (Ya Allah, jadikanlah hambaMu
ini orang yang pandai bersyukur) karena itu artinya: Ya Allah,
berikanlah hambaMu ini nikmat agar hamba dapat mensyukurinya. Dengan
sering berdoa seperti itu maka kita akan mendapat nikmat yang
sebanyak-banyaknya (Amien!).
2.
Janganlah memohon perlindungan Allah dari kedengkian orang-orang kepada
kita! sebab semua nikmat dan rizki itu pasti mendapat kedengkian dari
orang lain, Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Setiap yang mendapat
nikmat pasti ada yang dengki padanya". Jika kita tidak mau didengki
orang maka sama artinya kita tidak menginginkan rizki dan nikmat!
Mintalah dari Allah agar dilindungi dari kejahatan orang-orang yang
dengki, jangan minta dihindarkan dari kedengkian mereka itu sendiri.
Katakanlah: Ya Allah, jagalah hambaMu ini dari kejahatan para pendengki
dan jagalah hati hambaMu ini dari sifat dengki itu sendiri.
3.
Doa itu faridlah (kewajiban), sementara terkabulnya doa hanyalah hibah
(anugerah). Wajib bagi kita berdoa, dan tidak wajib bagiNya mengabulkan
doa. Dikabulkan atau tidak, sepenuhnya terserah Dia, karena Allah bukan
pelayan restoran. Allah Swt. adalah Tuhan yang berhak memberi atau
tidak. Kita selaku hamba yang hina hanya wajib mengemis dan meminta.
Jika terkabul, maka semata-mata karuniaNya. Jika tidak, maka wajar-wajar
saja, sekali lagi Dia Tuhan, bukan suruhan kita.
4.
Berdoalah dengan penuh optimisme. Mintalah dari Allah sesuai
keyakinanmu akan kekuasaanNya. Percayalah bahwa Ia Maha Kuasa atas
segala-galanya. Sedangkan kita pun tercipta dari tiada, apakah Ia tak
sanggup memberi kita walau sekedar dari yang ada?!
5.
Jangan lupa diri! Kita masih penuh dosa. Ketika berdoa, jangan lupa
bertwassul kepadaNya melalui Nabi, Sahabat, Ahlul-Bait dan Auliya'Nya.
Sebab posisi mereka di sisiNya, tak butuh kata-kata.
6.
Imam Ali Ra. pernah menyatakan: "Semua doa akan mogok di langit sampai
ia diiringi selawat kepada Nabi Muhammad Saw. dan Ahlul-Bait". Sertai
dan indahkanlah doa-doa kita dengan selawat.
7. Kuat berdoa tanpa diiringi usaha yang maksimal serta amal shalih yang cukup, sungguh tercela!
8.
Tidak etis bahkan dilarang keras meminta hal-hal yang melampaui batas,
semisal: Ya Allah jadikanlah hambaMu ini nabi! atau mala'ikat!.
9.
Carilah saat-saat berlian untuk berdoa, seperti tengah malam, bulan
Ramadan, malam nishfu Sya'ban, Lailatul-Qadr (malam 27 Ramadan), sewaktu
wukuf di Arafah dan lain sebagainya. Carilah juga tempat-tempat mulia
seperti Ka'bah, maqam Rasulullah, maqam Ahlul-Bait dan para wali. Allah
Swt. menceritakan dalam suta Ali Imran ayat 37-39 bahwa doa Saidina
Zakaria saja (sebagai nabi) baru terkabul sewaktu berdoa di mihrab Siti
Maryam (yang sebatas wali perempuan). Bagaimana ketika kita (yang bukan
wali, nabi atau rasul) berdoa di maqam seorang wali atau maqam Junjungan
alam semesta ?!?
10.
Antara Ijabah dan Istijabah. Dalam al-Qur'an cukup jelas perbedaan
antara ijabah dan istijabah. Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad
al-Dusuqi telah mengupasnya secara detail dalam surat kabar al-Fajr
edisi 2 Oktober 2006, dan dalam surat kabar al-Buhairah wal-Aqalim edisi
195 tahun 2006. Terang beliau, istijabah ialah terkabulnya doa secara
fleksibel, bergantung pada kehendak Allah seutuhnya; entah ditunda,
diberi kurang, atau diganti dengan yang lebih baik di sisiNya. Sedangkan
ijabah ialah terpenuhinya doa persis sesuai permintaan hamba. Tentunya
ijabah lebih kita harapkan!Singkatnya, istijabah akan selalu diperoleh
selagi kita masih berdoa tanpa melalui tawassul, karena Allah berfirman:
"Ud'uni astajib lakum". Sementara ijabah akan diraih jika melalui
tawassul kepada Rasulullah Saw. dimana beliau lah yang nanti akan
memintakan hajat kita kepada Allah Swt. dan tentunya doa beliau 100%
mujab. Allah Berfirman: "Wa idza sa'alaka ibadi anni fa inni qaribun
ujibu da'wata al-da'i idza da'ani". "Idza" dalam ayat di atas adalah
adat syarat. Fi'il syaratnya adalah "sa'alaka". Maka jawab syaratnya
adalah "fa inni qarib". Sehingga Allah akan meng-ijabah doa RasulNya
("al-Da'i") untuk kita, jika kita memenuhi syaratnya, yakni bertawassul
dengan Rasulullah Saw.Ayat di atas menyimpulkan bahwa syarat kedektan
("Qarib") Allah kepada kita adalah apabila kita meminta / berdoa
("Sa'alaka") melalui Rasulullah Saw. yang kemudian beliau memintakan
hajat kita kepada Allah secara personality, dan Allah tentu meng-ijabah
doa Baginda kalau saja beliau sudi berdoa untuk kita ("Ujibu da'wata
al-Da'i idza da'ani").
Bila diperhatikan,
makna di atas cukup senada dengan ayat 64 surat al-Nisa' yang berarti:
"Dan jikalau mereka menganiaya diri sendiri lalu mereka (1) datang
kepada Rasul, dan (2) memohon ampun kepada Allah, kemudian (3) Rasul pun
memohonkan ampun untuk mereka, maka tentulah mereka mendapati Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang".Ayat di atas jelas menegaskan
bahwa untuk melancarkan proses penerimaan taubat pun harus melalui
istighfarnya Rasulullah Saw.
Di sini kita
perlu mengetahui perbedaan antara Ghaffar dan Tawwab. Ghaffar adalah
mengampuni dosa hamba tapi tidak memeliharanya dari dosa itu lagi.
Adapun Tawwab ialah mengampuni dosa hamba sekaligus menjaganya dari
kembali ke dosa lagi.Allah berfirman: "Istaghfiru Rabbakum innahu kana
Ghaffara". Allah akan berlaku Ghaffar terhadap kita apabila kita
beristighfar kepadaNya secara langsung tanpa melalui Rasul. Allah Swt.
baru berlaku Tawwab tatkala kita mendatangi (mewasilahi) Rasulullah Saw.
sebagaimana ayat 64 surat al-Nisa' di atas. Dan apabila kita enggan
mendatangi beliau maka Allah berfirman: "Dan apabila dikatakan kepada
mereka: "marilah agar Rasulullah memintakan ampun bagimu", mereka
berpaling dan menyombongkan diri, maka sama saja bagi mereka, kamu
mintakan ampunan bagi mereka atau tidak, Allah tidak akan sudi
mengampuni mereka. Sesungguhnya Allah ogah memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik".
Kembali
ke ijabah dan istijabah. Terdapat cara / keadaan lain untuk mendapatkan
ijabah, yaitu apabila berdoa dalam keadaan gawat alias darurat (dalam
kesulitan yang amat sangat). Allah Swt. berfirman: "Siapakah selain
Allah yang akan meng-ijabah doa orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdoa kepadaNya".